Rabu, 15 Maret 2017

Sultan Syarif Kasim II


Sultan Syarif kasim II
Sultan Syarif Kasim II dilahirkan di Siak Sri Indrapura, Riau pada 1 Desember 1893. Selain mendapatkan pendidikan agama, ia juga mendalami ilmu hukum dan tata negara di Institut Beck en Volten di Batavia (sekarang Jakarta). Ia dinobatkan sebagai Sultan Siak pada usia 21 tahun (13 Maret 1915) menggantikan ayahnya, Sultan Syarif Hasyim. Sebagaimana diketahui, Kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan kesultanan terbesar di Riau, didirikan oleh Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rakhmat Syah pada 1723.

Penobatan Sultan Syarif Kasim II rupanya bukan tanpa syarat sebab ada kontrak politik dengan pemerintah kolonial Belanda. Sejak itulah, sultan ke-12 Kesultanan Siak ini menunjukkan ketidaksukaan terhadap Belanda. Dia menegaskan sikap bahwa Kerajaan Siak adalah kerajaan yang berkedudukan sejajar dengan Belanda dan menolak isi kontrak perjanjian antara Kesultanan Siak dengan Belanda yang menyatakan bahwa Siak adalah milik Kerajaan Belanda yang dipinjamkan kepada sultan. Sultan Syarif Kasim II juga menolak Sri Ratu Belanda sebagai pemimpin tertinggi para raja di kepulauan nusantara termasuk Siak dan menentang kebijakan Belanda yang mewajibkan agar rakyat melakukan kerja rodi. Penolakannya terhadap isi perjanjian dan kebijakan pihak Belanda itu membuat hubungan antara Sultan dan pemerintah Belanda menjadi dingin yang berkembang menjadi menegangkan.

Di tengah memanasnya suhu politik kala itu, Sultan Syarif Kasim II tetap memperhatikan kesejahteraan dan pendidikan rakyatnya. Selain mendirikan sekolah berbahasa melayu bagi semua lapisan masyarakat, ia juga menyelenggarakan program pendidikan dengan mendirikan Hollandsch Inlandsche School (HIS) yang berbahasa Belanda.

Mereka yang berprestasi diberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke kota lain, seperti Jakarta, Medan dan Padang. Selain mendirikan sekolah-sekolah umum, Sultan juga mendirikan sekolah agama khusus laki-laki dengan nama Taufiqiah Al-Hasyimah pada tahun 1917. Sultan dan Permaisuri Tengku Agung kemudian mendirikan sekolah untuk kaum Lihat Daftar Tokoh Perempuan
wanita yang diberi nama Latifah School pada tahun 1926. Demi mengembangkan sekolah-sekolah itu, Sultan Syarif Kasim II tak segan-segan mendatangkan pengajar dari luar daerah bahkan luar negeri misalnya Mesir.

Tak lama setelah Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Kemerdekaan RI diproklamasikan, Sultan Syarif Kasim II mengirimkan telegram kepada pemerintah RI yang berisi pernyataan bahwa Kerajaan Siak adalah bagian dari wilayah RI. Kerajaan Siak mencakup pesisir timur Sumatra, Semenanjung Malaka, dan di daratan hingga ke Deli Serdang, Sumatra Utara.
Pada Oktober 1949, Sultan Syarif bertolak ke Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta dan menyerahkan 30 persen dari kekayaannya berupa emas kepada Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno untuk mendukung perjuangan pemerintah RI.

Sebagai negara yang baru memperoleh kemerdekaannya setelah ratusan tahun dibelenggu bangsa penjajah, RI membutuhkan banyak dukungan untuk membangun negara. Sultan Syarif Kasim II sangat menyadari hal itu sehingga ia memberikan kekayaan pribadinya sebesar 13 juta gulden (setara 120,1 juta USD pada tahun 2014) kepada pemerintah RI. Dia juga disebut menyerahkan mahkota dan pedang Kesultanan Siak. Sumbangan itu tentu sangat berarti untuk kelangsungan negara RI yang masih sangat muda. Selain mendukung dalam bentuk materi, Sultan Syarif Kasim II juga mengajak para sultan di Sumatera Timur untuk memberikan dukungan kepada RI. Tapi ajakan itu kurang berhasil.

Pada Oktober 1945, Sultan Syarif Kasim II membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) di Siak, yang dipimpin Dr. Tobing. Dia lalu membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik. Setelah badan-badan perjuangan itu terbentuk, Sultan Syarif Kasim II mengadakan rapat umum di istana dan bendera Merah Putih dikibarkan pada rapat umum itu. Bersama rakyat Siak, Sultan berikrar untuk sehidup semati mempertahankan Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Kemerdekaan RI.

Sementara itu, pada Maret 1946 terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur yang didalangi golongan kiri untuk menghancurkan para bangsawan yang dituduh bekerjasama dengan Jepang. Sultan Syarif Kasim II sedang berada di Medan dan menemui Gubernur Sumatera Teungku Muhammad Hasan guna mendapatkan penjelasan status sultan dalam Pemerintah RI.

Dari Medan, Sultan Syarif Kasim II kemudian ke Langkat. Di sana, dia terus aktif menyuplai bahan makanan untuk para laskar dengan cara memberi modal sebuah kedai pangan. Sultan Syarif kemudian hijrah ke Pejuang dari Aceh
Aceh dan menyumbangkan tenaganya untuk membantu pemerintah daerah Pejuang dari Aceh
Aceh.

Melalui siaran radio, Sultan tak henti-henti menyerukan agar rakyat tetap setia pada pemerintah RI dan menolak tawaran untuk membentuk Dewan Siak dukungan Belanda. Pada Oktober 1949, Sultan Syarif bertolak ke Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta dan menyerahkan 30 persen dari kekayaannya berupa emas kepada Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno untuk mendukung perjuangan pemerintah RI. Setelah pengakuan kedaulatan, ia diminta oleh Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Presiden Soekarno untuk menjadi penasihat presiden.

Sultan Syarif meninggal dunia di Rumbai, Pekanbaru, Riau pada 23 April 1968. Sultan Syarif Kasim II meninggalkan 2 istri tanpa anak, baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan Nasional disertai anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana berdasarkan SK Lihat Daftar Presiden Republik Indonesia
Presiden RI No. 109/TK/Tahun 1998, tanggal 6 November 1998. Untuk mengenang jasa-jasanya, Pemerintah Provinsi Riau mengabdikan namanya pada bandara International di Pekanbaru dengan nama Sultan Syarif Kasim II yang semula bernama Bandar Udara Simpang Tiga. Bandara ini merupakan tempat pertama kali Sultan Syarif Kasim II melakukan pendaratan perdana dan meresmikannya pada tahun 1943 bersama permaisuri Tengku Agung Sultanah Latifah dan pembesar pemerintahan Belanda.

Saat ini, Istana Kerajaan Siak masih kokoh berdiri dan menjadi objek wisata di Kota Siak Sri Indrapura. Begitu pula dengan makam Sultan Syarif Kasim II yang terletak di samping Masjid Sultan yaitu Masjid Syahabuddin, di tengah Kota Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Bio TokohIndonesia.com | cid, red (berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar